Selasa, 26 April 2011

Pelipur Lara Bagi TNI AU,Pemerintah Segera Audit Alutsista milik TNI AU.

Ini mungkin menjadi pelipur lara bagi korps TNI-AU. Sehari menjelang hari ulang tahun korps baju biru ke-63 (9/4), kemarin pemerintah menjanjikan kado manis untuk segera mengaudit teknologi milik TNI-AU.
”Kami sudah menggandeng pihak TNI-AU dan segera mengidentifikasi pesawat apa saja yang akan diperiksa,” ujar Menristek Kusmayanto Kadiman setelah menandatangani piagam kesepakatan bersama TNI-AU di Jakarta kemarin (8/4).
Pernyataan Menristek itu sekaligus merespons rentetan kecelakaan pesawat dan perlengkapan tempur udara TNI beberapa tahun terakhir, termasuk jatuhnya Fokker 27 yang menewaskan 24 prajurit di Lanud Husein Sastranegara, Bandung, Senin (6/4). Menurut Kusmayanto, hasil audit akan direkomendasikan ke Departemen Pertahanan agar penggantian pesawat TNI-AU yang tidak layak segera dilakukan. ”Kami mulai bekerja hari ini (kemarin, Red),” terangnya.
Misalnya, lanjut Menristek, pesawat jenis Fokker 27 bisa saja diganti dengan tipe 212. Dalam waktu dekat, mantan rektor ITB itu membahas payung hukum audit melalui surat keputusan bersama (SKB) dengan Menhan Juwono Sudarsono. Rekomendasi tersebut juga akan diberikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Departemen Keuangan (Depkeu) selaku lembaga pemerintahan yang mengikat.
”Studi dulu, ambil sampel dulu, seperti Fokker dan Hercules. Sampel yang diambil sementara ini kami batasi untuk yang berusia tua, di atas 20 tahun,” imbuh Kusmayanto. Menristek berharap kerja sama ini dapat memperkuat pertahanan udara TNI-AU dalam menjaga keutuhan NKRI. ”Beberapa produk prototipe yang telah dikembangkan oleh litbang iptek nasional antara lain: PUNA (Pesawat Udara Nir Awak), Radar, Roket Robot, WISE, KPC, dan Panser,” ujarnya berpromosi.
Sementara itu, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Soebandrio mengatakan, keluarga 24 prajurit TNI-AU korban jatuhnya pesawat Fokker 27 akan mendapat santunan asuransi. ”Setiap awak pesawat sudah kami beri perlindungan asuransi,” ujarnya.
TNI-AU sendiri juga berencana meremajakan suku cadang (retrofit) secara bertahap. Dalam kurun 2005-2024, TNI-AU akan mengganti sejumlah pesawat tempur dan angkut yang berusia 20-30 tahun. Misalnya, OV-10 Bronco yang kini telah di-grounded. Lalu, pengganti pesawat tempur Hawk MK-53, F-5 Tiger, dan F-16 Fighting Falcon.
Untuk pengganti Hawk MK-53, Mabes TNI-AU mengajukan empat jenis pesawat yang sudah dijajal, yakni L-159B dari Ceko, Yak 130 dari Rusia, Aermacchi M346 dari Italia, dan Chengdu FTC-2000/JL-9 dari China.
Armada pesawat tempur banyak berbasis di Lanud Iswahjudi Madiun. Di sana TNI-AU memiliki tiga skuadron pesawat tempur, yakni skuadron 3 (F-16 Fighting Falcon), skuadron 14 (F-5-Tiger), dan skuadron 15 untuk Hawk MK-53. Seluruh pesawat di Lanud Iswahjudi tercatat 28 unit, yakni F-16 (10 unit), F-5 Tiger (12 unit), dan MK-53 enam unit.
Ketersediaan suku cadang yang makin sulit mengakibatkan tingkat kesiapan MK-53 makin menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. “Penggantian Hawk sudah kami ajukan ke Dephan,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsekal Pertama Bambang Sulistyo kemarin. Untuk pesawat tempur latih OV Bronco yang sekarang grounded, TNI-AU menetapkan penggantinya, yakni pesawat tempur EMB-314 Super Tucano.
Awalnya, ada lima jenis pesawat yang dilirik TNI-AU sebagai pengganti Bronco. Kelima jenis pesawat itu adalah KO-1 dari Korea, K-8 Karakorum produksi bersarna China dan Pakistan, EMB-314 Super Tucano buatan Brazil, T-6B Texan II (Amerika Serikat), dan Pilatus PC-9 buatan Swiss.
Kepala Biro Humas Departemen Pertahanan Brigjen Slamet Hariyanto menjelaskan, prioritas utama adalah pemeliharaan dan perawatan armada-armada tempur usia uzur. Kajian bersama dengan Mabes TNI akan difokuskan pada kemungkinan tetap menggunakan alutsista uzur yang diremajakan (retrovit) atau membeli alutsista baru. Dengan retrovit, sebuah alutsista dapat kembali digunakan hingga 15 tahun ke depan.
“Jika biaya pemeliharaan ternyata lebih mahal dibanding membeli baru, akan dipertimbangkan untuk membeli baru meski tidak dalam jumlah besar,” ujarnya. Dephan memang pernah menolak hibah pesawat Mirage F-1 Qatar karena perawatan pesawat buatan Prancis itu butuh ongkos besar. “Kita sudah tetapkan prioritas, sambil terus melakukan kajian sehingga TNI memiliki sistem persenjataan yang memadai,” ujarnya.
Selama ini biaya pemeliharaan dan perawatan alutsista hanya delapan persen dari total anggaran pertahanan yang dialokasikan. Dalam sepuluh tahun ke depan, prediksi kebutuhan dana pemeliharaan untuk masing-masing angkatan adalah TNI-AD Rp 17,97 triliun, TNI-AL Rp 34 triliun, dan TNI-AU Rp 41,9 triliun.
Saat ini, tahun anggaran 2009 sedang berjalan. Belajar dari pengalaman tahun anggaran Dephan dan TNI pada 2008 tercatat Rp 36,39 triliun. Besaran anggaran tersebut diperkirakan hanya dapat mendukung 36 persen kebutuhan minimal, karena kebutuhan minimal Departemen Pertahanan dan TNI sekitar Rp 100,53 triliun.
Ultah TNI-AU Diundur
Hari ini (9/4) TNI-AU genap berusia 63 tahun. Namun, perayaannya diundur seminggu karena bertepatan dengan hari pemilu. Korps baju biru itu, tampaknya, tak ingin larut dalam duka berkepanjangan meski baru saja menerima “kado” pahit kecelakaan Fokker 27 yang menewaskan 24 prajuritnya.
“Benar, acara peringatan ditunda sampai 15 April untuk menghormati pemilu,” ujar Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsekal Pertama Bambang Sulistyo kemarin (8/4). Lokasi peringatan di Halim Perdanakusuma. “Sementara belum ada perubahan,” ujar pejabat yang baru dua bulan menjabat Kadispen itu.
Menurut Bambang, skenario awal acara peringatan itu dilengkapi demo terbang pesawat Sukhoi SU-30 MK2 yang baru saja datang dari Rusia awal tahun lalu.
Rencananya sampai 2011, TNI-AU akan menambah tiga Sukhoi lagi jenis SU-27 SKM. Dengan begitu, Indonesia akan punya 10 Sukhoi.(sumber:jawa pos)

1 komentar: